Selasa, 31 Juli 2012

Putra TORAJA ahli Dirgantara

kabar-toraja.com - Salah satu putra terbaik Toraja Romie Oktovianus Bura ,Ph.D.mengharumkan nama Indonesia. Putra Jenderal (Purn) Benyamin Bura ini dikirim bersama 33 putra-putri terbaik guna membuat pesawat tempur. Para tim ahli dari Indonesia ini akan bergabung dengan tim ahli Korea Selatan, pada program pengembangan pesawat tempur Korean Fighter X (KFX).


Menurut sumber informasi yang didapatkan media ini Senin (18/7) malam tadi menyebutkan, kini Romie Oktavianus Bura yang akrab dipanggil Romie Bura, sedang berada di Korsel. Menurut rencana ke-34 duta Indonesia itu mulai aktif bekerja Senin (24/7/11) pekan depan.


Tak banyak informasi yang bisa didapatkan apa saja aktivitas dan bagian apa saja yang menjadi spesialisasi dan, ditempatkan bagian mana DR. Romie Bura untuk merakit pesawat tempur tersebut.


“Maaf karena alasan kemanan yang bersangkutan tidak dapat menyebutkan, dibagian mana dan apa saja aktifitasnya nanti disana,”terang informan kabar-toraja.com.


Putra Toraja Romie Oktovianus Bura ,Ph.D.menamatkan S1 langsung ke S3 nya dengan mendapatkan bea siswa dari British Aerospace. Sempat ditawari kerja di Badan Antariksa Inggris, namun Romie Bura menolak, ia lebih memilih Indonesia sebagai tujuan proses aplikasi ilmu yang didapatkannya, menjadi Dosen Pengajar Aeronotika Dan Astronotika Institut Teknologi Bandung (ITB), Staff dosen FTMD pada Kelompok Keahlian Fisika Terbang


Pesawat ini diperkirakan terealisasi pada 2020 dan lebih canggih daripada pesawat tempur F16. Pesawat itu dinamai Korea Fighter Experimental (KFX).


Beberapa waktu lalu, Dirut PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso mengatakan, pesawat KFX merupakan generasi ke-4,5. Sebab pesawat ini di atas pesawat tempur F16 produksi Lockheed Martin yang merupakan generasi ke-4 dan berada di bawah F35 yang merupakan generasi ke-5.


Berat kosong pesawat ini adalah sekitar 10,4 metrik ton. Think tank dari Universitas Konkuk pernah mengatakan, pesawat tempur ini cukup baik lantaran memiliki rudal stand-off dan kemampuan siluman (anti radar) yang memadai. Rencananya, bersama Indonesia, proyek ini akan terealisasi pada 2020 mendatang.


Pesawat tempur KFX ini dirancang akan berkursi tunggal yang didukung mesin yang setara dengan kelas General Electric F414 atau SNECMA M88 yang digunakan pada F/A-18E/F Boeing dan Dassault Rafale. Dibanding F16 yang dimiliki Korsel, KFX memiliki radius tempur 50% lebih besar, usia pesawat 34% lebih lama, avionik lebih baik, serta kemampuan datalink dan elektronik yang lebih baik.


Pesawat ini dirancang menggunakan 1-2 mesin, intersepsi berkecepatan tinggi dan kemampuan supercruise, teknologi siluman dasar dan kemampuan multiperan. Ada dua desain untuk pesawat ini yakni KFX 201 dan KFX 101. Desain KFX 101 lebih konvensional.


Total biaya pengembangan pesawat selama 10 tahun untuk membuat prototipe pesawat diperkirakan menelan US$ 6 miliar. Sedangkan ongkos produksi per unitnya sekitar 20 juta won.


Untuk memproduksi pesawat ini, Korsel telah bekerja sama dengan sejumlah pihak selain Indonesia, seperti perusahaan pesawat Turki dan Boeing. Rencananya, akan ada 120 KFX yang dibuat, dan selanjutnya akan ditambah lagi 130 unit. 

Jika nantinya rancangan pesawat ini telah diwujudkan, konon kode KFX akan diganti menjadi F33.

Dalam proyek ini, pemerintah Korea akan menanggung 60 persen biaya pengembangan pesawat. Selain itu, sejumlah industri dirgantara di Negara Ginseng itu di antaranya Korean Aerospace Industry menanggung 20 persen, dan pemerintah Indonesia menanggung 20 persen sisanya.


PT DI akan dilibatkan dalam pembuatan pesawat tempur itu. Selain itu, Indonesia akan mendapat 50 unit KFX serta menjadi rekan bisnis dalam hal pemasaran pesawat itu. Pesawat bisa memiliki usia terbang hingga 30 tahun, sehingga bila terbang pada 2020, maka 2050 akan pensiun.


Pada Oktober 2009, pensiunan Angkatan Udara di Korea Selatan ditangkap karena membocorkan dokumen rahasia pesawat ini kepada penerbangan Swedia dan perusahaan pertahanan Saab. Dia ditengarai menerima suap beberapa ribu dolar agar dapat memberikan salinan dokumen rahasia yang telah difoto di Universitas Pertahanan Korsel. Meski demikian, pejabat Saab membantah ikut terlibat.


Angkatan Udara Korsel pernah berkonflik dengan Departemen Pertahanan dan Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi terkait proyek ini. Kala itu AU Korsel menginginkan mengimpor pesawat tempur F15 di bawah proyek KFX. Namun keinginan ini ditentang kementerian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar